Suaka Terakhir Burung Air Ibu Kota


Di balik keramaian DKI Jakarta, tersembunyi surga kecil, rumah bagi aneka jenis burung. Rumah ini berupa Suaka Margasatwa Pulau Rambut, di perairan Kepulauan Seribu, setengah jam pelayaran dari Tanjung Pasir, pantai utara Jakarta. Perahu-perahu yang berjejer di sepanjang pantai Tanjung Pasir, siap mengantarkan pengunjung menuju Pulau Rambut.

Sebelum kapal merapat di dermaga Pulau Rambut, burung pecuk (Anhinga sp) dan cikalang (Fregata sp) berbaris rapi menjadi suguhan di sepanjang alur pelayaran. Kicauan burung meramaikan suasana khas pantai di sekujur pulau. Kotoran burung dan muntahan makanan burung tercecer di lantai hutan. Aroma khas kotoran burung menyebar di segala penjuru. Burung-burung air hilir mudik.
Di pulau yang dikelola Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta ini terdapat menara pandang untuk mengamati berbagai jenis burung. Tajuk pohon menutupi pulau, yang tersusun dari tiga formasi vegetasi: hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan sekunder campuran. Seluruhnya masih terjaga keasliannya.
Dari menara pengamatan, burung-burung air nampak dari sini. Pecuk padi berkerumun pada tajuk pohon; sepasang cangak abu menunggui sarangnya. Di sudut lain, beraneka ukuran sarang menghiasi pepohonan. Kowak malam (Nyctycorax sp) terbang hilir mudik.

Sepanjang berjalan mengikuti setapak, bisa dijumpai tumbuhan yang membelit begitu kokoh pohon inangnya. Bagian bawahnya menjadi sarang biawak, bagian atas menjadi sarang dan tempat bertengger berbagai jenis burung.
Biawak menjadi pemangsa berbagai jenis burung Pulau Rambut. Biawak dapat menggali, berlari, bahkan memanjat berburu makanannya. Hewan yang terkenal rakus ini sangat mudah dijumpai di Pulau Rambut.
Di lantai hutan dijumpai beberapa jenis tumbuhan yang ada di lingkungan rumah, seperti pepaya, pohon dan cabe jawa. Pohon-pohon ini disebarkan burung-burung pemakan biji yang mencari makan di pulau-pulau sekitar, seperti Pulau Untung Jawa.
Lantaran riuh dengan burung air, memasuki pulau ini mesti tanpa suara. “Tenang dan gunakan tutup kepala,” ujar Mujiastuti, pengelola Pulau Rambut. Tak berisik agar para penghuni pulau tidak terganggu, tetap dapat beraktivitas apa adanya. Bahkan ada beberapa jenis burung yang memuntahkan makanannya ketika merasa terganggu.


Namun, di balik keindahannya, ada ganjalan yang mengganggu di pulau yang memiliki ikon burung bluwok (Mycterea cinerea) ini. Sampah-sampah berserakan di pantai, yang nampaknya kiriman dari pusat peradaban yang terbawa ombak. Limbah peradaban itu mulai dari plastik, kayu, hingga busa.

Timbunan sampah ini tentu saja membahayakan kelestarian habitat flora dan fauna Pulau Rambut. Sebagai Ramsar Site pertama dan satu-satunya di Laut Jawa, yang penting bagi pelestarian burung air dan habitatnya, pulau ini mesti diselamatkan dari serbuan sampah.
 
(Vera Tisnawati, staf Balai Taman Nasional Alas Purwo)

5 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda

5 komentar:

cak oni said...

semoga suaka seperti ini bisa ditunjang dengan dana yang banyak oleh pemerintah kang

glen butar butar said...

Terima kasih atas artikel dan gambar menariknya. Semoga menjadi inspirasi buat kita semuanya. Salam kunjungan dari blog
http://dengandemikian.blogspot.com/

http://bestwaytowhitenteethh.blogspot.com/ said...

Memperbaiki keadaan itu tergantung dari kesadaran masing2, apabila semua sadar akan penting pelestarian dan menjaga lingkungan ini tetap indah saya yakin lingkungan akan jadi bersih dan tentram...

Art Energic said...

moga aja masih ada yang mau peduli sama hewan2 cantik ini, follback ya gan, blog ente sudah ane follow thank you

Staff Administrator said...

amat di sayangkan ya mas...
padahal kan sebetulnya kita bisa dan mampu...timbang ga buang sampah sembarangan...

Post a Comment

Maaf, komentar anda akan di moderisasi terlebih dahulu
1. Berkomentarlah dengan kata-kata sopan dan tidak menyinggung
2. No sara, No spam, No junkers