Masalah Sampah dan Cara Mengatasinya
Sampah adalah sebuah masalah besar
Kita selalu merasa tidak memiliki masalah dengan sampah setelah membayar iuran sampah, telah membuang sampah pada tempatnya, tong sampah di depan rumah kita kosong, seakan-akan kewajiban kita telah tuntas, lalu menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya pada Pemerintah.
Bagi yang memiliki rumah dekat dengan TPS atau Tempat Pembuangan Sementara akan merasakan sampah adalah sebuah masalah, terutama ketika sampah sedang dibongkar atau telat diangkut. Bau tak sedap, asap hasil pembakaran sampah, lalat yang berterbangan, menjadi bagian dari keseharian. Misalnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang di Bekasi dan Leuwigajah di Kota Bandung yang mengalami longsor. Permasalahan sampah menumpuk dimana-mana berawal di TPS dan sekitarnya, hingga berlanjut ke tepian jalan dan banyak permasalahan lainnya.
Kejadian tersebut menyebabkan Indonesia menjadi berita internasional, karena sangat jarang bencana akibat sampah, ditambah lagi memakan korban jiwa.
Kondisi sampah di Jakarta
- Volume sampah di DKI Jakarta sebesar 25.650 meter kubik per hari
- Komposisi sampah warga DKI Jakarta paling banyak adalah sampah Organik, yaitu sebesar 65%-70% dari total sampah
- Sumber timbulan sampah berasal dari sektor Rumah Tangga, yaitu sebesar 58%, lalu sektor komersil yaitu 15%.
1. Membakar dianggap dapat memusnahkan
Padahal gas buangan dari pembakaran sampah seperti dioksin dapat menyebabkan kanker
2. Menggunakan incenerator
2. Menggunakan incenerator
Munculnya gas berbahaya apabila suhu di incenerator yang <800oC dan juga karakteristik sampah di Indonesia yang tidak sesuai
Langkah bijak menyelesaikan sampah adalah Zero Waste
Setelah berhasil mengelola dan memanfaatkan 70% sampah di rumah, selanjutnya adalah mengurangi 30% sampah yang tersisa melalui usaha ‘Zero Waste’ atau nol sampah.
Untuk menuju kondisi Zero Waste, pada dasarnya kita menerapkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R). Jika kita masih menghasilkan sampah yang akan dibuang ke TPA, berarti kita belum berhasil menerapkan Zero Waste dengan benar.
1. Reduce
Setelah berhasil mengelola dan memanfaatkan 70% sampah di rumah, selanjutnya adalah mengurangi 30% sampah yang tersisa melalui usaha ‘Zero Waste’ atau nol sampah.
Untuk menuju kondisi Zero Waste, pada dasarnya kita menerapkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R). Jika kita masih menghasilkan sampah yang akan dibuang ke TPA, berarti kita belum berhasil menerapkan Zero Waste dengan benar.
1. Reduce
Upaya
pertama menuju dunia tanpa sampah adalah mengurangi sampah yang “akan”
kita hasilkan. Sebagai konsumen, perlu untuk mulai mencegah (atau
menimalisasi) keberadaan sampah yang akan diakibatkan dari hasil
belanja. Ketika akan membeli sesuatu sudah dipikirkan, “apakah nantinya
barang yang akan kita beli akan menghasilkan sampah?”.
2. Reuse
2. Reuse
Upaya
prioritas berikutnya adalah bahan/barang yang sudah kita miliki jangan
cepat-cepat dijadikan sampah. Cobalah gunakan ulang berbagai macam
barang atau kemasan selama mungkin
3. Recycle
3. Recycle
Merupakan
upaya untuk mendaur ulang sampah menjadi barang yang lebih bernilai
misalnya botol plastik menjadi pot bunga, kertas koran menjadi kertas
daur ulang dan lainnya.
Jadi Kesimpulannya
Apa yang kita lakukan dalam merubah kebiasaan untuk mengelola sampah kita sendiri telah menyelamatkan diri sendiri tanpa menyusahkan orang lain. Kita telah membangun lingkungan sehat sehingga terhindar dari penyakit dan racun-racun yang terkandung dalam sampah. Pada awalnya, merubah kebiasaan memang sulit, namun setelah menjadi ‘kebiasaan’ baru (atau kebutuhan baru) akan menjadi mudah.
Upaya yang kita lakukan tidak cukup berarti dalam mengurangi beban TPA, tetapi apa yang kita lakukan akan menjadi contoh keberhasilan memanfaatkan dan mengurangi sampah, sehingga orang atau rumah tangga lain bisa meniru upaya yang kita lakukan. Perubahan besar tidak akan terjadi kalau tidak ada yang memulainya dengan perubahan kecil. Perubahan Kecil dimulai dengan langkah-langkah kecil yang terjadi setelah Kita Melangkah!!!
MARI MELANGKAH………..
Apa yang kita lakukan dalam merubah kebiasaan untuk mengelola sampah kita sendiri telah menyelamatkan diri sendiri tanpa menyusahkan orang lain. Kita telah membangun lingkungan sehat sehingga terhindar dari penyakit dan racun-racun yang terkandung dalam sampah. Pada awalnya, merubah kebiasaan memang sulit, namun setelah menjadi ‘kebiasaan’ baru (atau kebutuhan baru) akan menjadi mudah.
Upaya yang kita lakukan tidak cukup berarti dalam mengurangi beban TPA, tetapi apa yang kita lakukan akan menjadi contoh keberhasilan memanfaatkan dan mengurangi sampah, sehingga orang atau rumah tangga lain bisa meniru upaya yang kita lakukan. Perubahan besar tidak akan terjadi kalau tidak ada yang memulainya dengan perubahan kecil. Perubahan Kecil dimulai dengan langkah-langkah kecil yang terjadi setelah Kita Melangkah!!!
MARI MELANGKAH………..
(Noni Sidabutar)