Kota Makassar adalah kota terbesar di Indonesia Bagian Timur dan menjadi ibu
kota Sulawesi Selatan. Makassar berada di wilayah tengah di kepulauan
Indonesia. Walaupun merupakan kota besar bukan berarti Makassar tidak memiliki Objek wisata andalan bertema bahari maupun sejarah. terdapat banyak objek wisata potensial yang mampu menarik minat wisatawan baik lokal maupun internasional.
1. Pantai Losari
Pantai Losari merupakan icon Kota Makassar.
Pantai ini dulunya merupakan pantai dengan meja terpanjang di dunia,
karena warung-warung tenda yang berjejer di sepanjang tanggul pantai.
Namun saat ini warung-warung tersebut telah direlokasi ke tempat yang
tidak jauh dari kawasan wisata. Pemerintah Kota Makassar telah
memperindah pantai ini dengan membuat anjungan, sehingga lebih bersih
dan nyaman untuk dikunjungi. Di sekitar pantai ini terdapat banyak
kafe-kafe dan restoran yang menyajikan makanan laut yang masih segar.
Selain itu, pengunjung juga dapat menikmati makanan khas Kota Makassar,
seperti pisang epek, pisang ijo, coto Makassar, sop konro, dan lain
sebagainya. Disepanjang pantai banyak juga terdapat penginapan, baik
hotel kelas melati sampai hotel berbintang. Terdapat juga rumah sakit
dan pusat perbelanjaan emas serta kerajinan/souvenir khas Makassar.
Lokasi pantai ini terletak di Jantung Kota Makasar, yaitu di Jalan
Penghibur sebelah barat Kota Makassar.
2. Pulau Samalona
Pulau Samalona merupakan wilayah Kota
Makassar yang luasnya sekitar 2,34 hektar. Pulau ini merupakan salah
satu objek wisata bahari yang banyak dikunjungi wisatawan lokal maupun
mancanegara. Kawasan pulau ini sangat bagus utuk menyelam, karena di
sekelilingnya terdapat karang-karang laut yang dihuni beraneka ragam
ikan tropis dan biota laut lainnya. Pulau ini berjarak sekitar 6,8 Km
dari Kota Makassar yang dapat ditempuh sekitar 20 – 30 menit dengan
menggunakan speed boot. Di lokasi ini juga terdapat beberapa penginapan
sederhana berbentuk rumah panggung yang dapat menampung sekitar 20
orang. Selain itu, tersedia juga beberapa warung makanan yang
menyediakan aneka ragam seafood segar.
3. Benteng Somba Opu
Benteng Somba Opu dibangun pada tahun 1525
oleh Sultan Gowa ke IX. Benteng ini merupakan pusat perdagangan dan
pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang dari Asia dan
Eropa. Pada tahun 1669, benteng ini dikuasai oleh VOC kemudian
dihancurkan hingga terendam oleh ombak pasang. Tahun 1980-an, benteng
ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuawan. Dan pada tahun 1990,
benteng ini direkonstruksi sehingga tampak lebih baik. Kini, Benteng
Somba Opu menjadi sebuah objek wisata bersejarah di Kota Makassar yang
di dalamnya terdapat beberapa bangunan rumah adat Sulawesi Selatan yang
mewakili suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Selain itu, terdapat
juga sebuah meriam dengan panjang 9 m dan berat 9.500 kg serta sebuah
museum yang berisi benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Gowa.
4. Fort Rotterdam
Fort Rotterdam ini awalnya dibangun pada
tahun 1545 oleh Raja Gowa X dengan nama Benteng Ujung Pandang. Di
dalamnya terdapat rumah panggung khas Gowa di mana Raja dan keluarganya
tinggal. Pada saat Belanda menguasai are Banda dan Maluku, mereka
mutuskan untuk manaklukkan Kerajaan Gowa agar armada dagang VOC dapat
masuk dan merapat dengan mudah di Sulawesi. Dalam usahanya menaklukkan
Gowa, Belanda menyewa pasukan dari Maluku. Selama setahun lebih Benteng
digempur, akhirnya Belanda berhasil masuk serta menghancurkan rumah Raja
dan seisi Benteng. Pihak Belanda memaksa sultan Hasanuddin untuk
menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667, dimana salah satu
pasal dalam perjanjian tersebut mewajibkan Kerajaan Gowa menyerahkan
Benteng kepada Belanda.
Setelah Benteng diserahkan kepada Belanda, Benteng kembali dibangun dan
ditata sesuai dengan arsitektur Belanda kemudian namanya diubah menjadi
Ford Rotterdam. Benteng ini kemudian digunakan sebagai pusat
pemerintahan dan penampungan rempah-rempah di Wilayah Indonesia Timur.
Pada masa penjajahan Jepang, Benteng ini difungsikan sebagai pusat
studi pertanian dan bahasa. Kemudian TNI dijadikan sebagai pusat
komando. Dan sekarang Benteng ini menjadi pusat kebudayaan dan seni.
Di dalam Benteng ini terdapat beberapa ruang tahanan/penjara yang slaah
satunya digunakan untuk menahan Pangeran Diponegoro. Selain itu,
terdapat juga sebuah gereja peninggalan Belanda dan Meseum La Galigo
yang menyimpan kurang lebih 4.999 koleksi. Koleksi tersebut meliputi
koleksi prasejarah, numismatic, keramik asing, sejarah, naskah, dan
etnografi. Koleksi Etnografi ini terdiri dari berbagai jenis hasil
teknologi, kesenian, peralatan hidup dan benda lain yang dibuat dan
digunakan oleh suku Bugis, Makassar, Mandar, da Toraja. Saat ini, selain
sebagai tempat wisata bersejarah, Benteng ini juga dijadikan sebagai
pusat kebudayaan Sulawesi Selatan.
5. Air Terjun Bantimurung ( 1 jam dari Kota Makassar)
Bantimurung sendiri, merupakan obyek wisata alam di Sulawesi Selatan
yang sangat terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan. Letaknya di
wilayah Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi
Selatan.
Lokasinya, terletak sekitar 20 km dari Bandara Internasional Sultan
Hasanuddin, 15 km dari kota Maros, dan 50 km dari Kota Makassar. Obyek
wisata ini dapat dicapai dengan berbagai sarana angkutan umum yang
hilir mudik, juga tentu saja bisa mobil pribadi dari Kota Makassar
sekitar 1 jam.
Air Terjun Bantimurung merupakan obyek wisata alam di Sulawesi
Selatan yang sangat terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan. Air terjun
ini memiliki lebar 20 meter dan tinggi 15 meter. Airnya yang jernih
dan sejuk meluncur dari atas gunung batu dengan deras sepanjang tahun.
Di bawah curahan air terjun terdapat sebuah tempat pemandian dari
landasan batu kapur yang keras dan tertutup lapisan mineral akibat
aliran air selama ratusan tahun. Kedalaman air di pemandian ini antara
mata kaki hingga ke pinggang.
Di sebelah kiri air terjun terdapat tangga beton setinggi 10 meter
yang merupakan jalan menuju dua gua yang ada di sekitar air terjun,
yaitu Gua Mimpi dan Gua Batu.
Selain memiliki air terjun yang mempesona, kawasan wisata Air Terjun
Bantimurung juga menjadi habitat berbagai spesies kupu-kupu yang
langka, sehingga penjajah Belanda pernah menjuluki tempat ini sebagai
“Kingdom of Butterfly”. Bahkan, seorang naturalis asal Inggris, Alfred
Rassel Wallase, pernah tinggal di kawasan ini selama kurang lebih satu
tahun (1856-1857) untuk meneliti 150 spesies kupu-kupu yang tergolong
langka itu. Hingga saat ini, para pengunjung masih dapat menyaksikan
indahnya warna-warni kupu-kupu dengan berbagai spesies yang
berterbangan ke sana – ke mari di antara bunga-bunga dan semak-belukar
yang memenuhi gunung batu Bantimurung.
Foto Air Terjun Bantimurung Tempo Dulu
Reperensi: www.sulsel.go.id dan Kompasiana
Sumber gambar : GoogleImage