Perbedaan Hari Minggu Dulu dan Sekarang
Dalam sistem hari kerja yang ada di Indonesia maupun di sebagian besar
negara dunia, hari minggu merupakan hari “libur” dimana setelah bekerja
selama 6 hari sebelumnya masyarakat di berikan kesempatan untuk
menghirup setitik udara kebebasan. Namun seiring berjalannya waktu, hari
minggu mulai mengalami disorientasi makna.
Dahulu hari minggu selalu membawa angin kebahagiaan di setiap penjuru
kota yang ada di dunia, hari yang cerah untuk keluar menikmati keindahan
pencipta. Orang - orang saling bergotong royong membangun gairah
kebersamaan dalam mensucikan kompleks perumahannya ataupun kecamatan
tempat tinggalnya. Sekarang ? Hari minggu merupakan kesempatan untuk
menyelesaikan semua pekerjaan kantor/sekolah yang tertumpuk. Setelah itu
saatnya untuk tidur sepanjang siang, mandi di sore hari dan lanjut
tidur malam untuk menyambut beratnya hari senin.
Kurang lengkap rasanya jika tidak menengok perkembangan acara televisi
yang ada setiap hari minggu. Sewaktu saya kecil sekitar akhir tahun 90-an sampai awal tahun 2000-an, ada
berbagai film kartun yang menghibur dari jam 7 pagi hingga 2 siang di
hampir semua stasiun televisi. Merekonstruksi pikiran seorang anak bahwa
hari minggu adalah saatnya untuk menonton kartun favorite, sejenak
melupakan pekerjaan rumah dari sekolah dan waktunya untuk mengembangkan
otak kanan.
Memasuki abad ke - 20 dunia pertelevisian tidak lagi menjadi sasaran
terbaik dalam menikmati hari minggu. Bayangkan psikologi perkembangan
seorang anak jika disuguhi acara musik boyband selama 2 jam ! Melihat
penyanyi dangdut bergoyang erotis dan sekumpulan girlband mengalunkan
lirik seksi. Tidak ketinggalan seorang wanita yang dengan senyum
manisnya menjual apartement baru dengan tinggi puluhan meter tiap
minggunya, seakan - akan mengisyaratkan bahwa untuk menjadi manusia
berkualitas maka anda harus mempunyai salah satu apartement tersebut.
Itulah sebuah representasi hari minggu era globalisasi.
Menarik memang apa yang terjadi dalam dekade terakhir perkembangan hari
minggu, namun ini mengajarkan satu hal bahwa kemajuan zaman menuntut
peran aktif anggota masyarakat dalam menata kembali hari minggu yang
seharusnya dinikmati oleh anak - anak yang kehilangan lapangan
bermainnya dan untuk orang dewasa yang ingin menghirup lagi nafas masa
kecilnya.
“sistem membuat sebuah konstruksi kerja
pada diri tanpa henti,namun batin layaknya mesin yang butuh pendingin
untuk hari bahagianya”.
Zainul Alim Tenri Ola