Malu Itu Separuh Dari Iman...??
“Malu itu separuh iman” (HR. Bukhari Muslim). Begitu sabda Rasulullah SAW 1429 tahun lalu. Malu yang dimaksud adalah malu kepada Allah SWT. Malu untuk melakukan maksiat dan malu meninggalkan taat.
Jika malu itu 50% daripada Iman, mana 50% lagi. Yang selebihnya ialah Takwa. Malu dan Takwa adalah gandengan sifat yang menjadikan seseorang mempunyai 100% keimanan. Takwa mempunyai maksud bukan saja takut kepada Allah SWT tetapi lebih dari itu 'buat apa yang disuruh dan tinggalkan apa yang diperbuat'
Jika sekedar takut saja tak jadi apa−apa. Misalnya takut gagal dalam ujian tidak berarti jika tidak diikuti dengan rajin membaca buku dan mengulangi pelajaran. Takut kepada Allah haruslah diikuti dengan melakukan ketaatan dan menjauhi larangan.Ukurlah diri kita berapa persen sifat malu dan takwa yang ada pada diri kita. Itulah derajat keimanan kita. Bak kata orang periksalah diri kita sebelum kita diperiksa.
Ulama pernah menyebutkan “bertafakkur satu saat (dalam memikir kebesaran Allah) adalah lebih baik daripada beribadah 1000 tahun”. Hal ini jangan disalahtafsirkan dengan tak perlu beribadah pengganti dengan tafakkur. Ia hanya memberi gambaran bahwa tafakkur menjadi faktor utama dalam mencari kekuatan beribadah.Proses musyahadah perlu dilakukan secara konstan sehingga menjadi darah daging. Atau sehingga terasa benar di dalam diri kita tentang kebesaran Allah SWT dan merasakan bahwa `tidak ada sesuatu yang Allah jadikan secara sia−sia’. Kesemuanya ada hikmah yang di luar kemampuan kita untuk memikirkannya.
Dengan iman ini kita akan merasa lezat dengan berzikir, mencari ilmu agama, melakukan ibadah fardhu, menambah dengan ibadah sunah serta berusaha mencari keridhaan Allah SWT.Sebaliknya kita benci melakukan kejahatan sebagaimana takutnya kita menghampiri api neraka. Barulah ketika itu kita merasakan kelezatan iman dan terasa hubungan yang erat dengan Allah disebabkan karena keridhaan Allah SWT terhadap diri kita.
Di samping melakukan proses musyahadah, kita perlu melakukan muraqabah yakni menghampirkan diri terhadap Allah dengan melakukan segala amal fardhu dan sunah. Amalan `hablum minallah’ (hubungan dengan Allah) dan `hablum minannas’ (hubungan dengan manusia). Kita perlu menjaga dua hubungan yaitu hubungan dengan Allah dan juga sesama manusia.
Dalam hubungan ini, Allah sering mengingatkan kita supaya berjalan di muka bumi Allah dengan niat melihat kebesaran Allah sembari memperhatikan balasan yang Allah timpakan kepada mereka yang menganiaya diri mereka sendiri. Wallahu’alam.
Jika malu itu 50% daripada Iman, mana 50% lagi. Yang selebihnya ialah Takwa. Malu dan Takwa adalah gandengan sifat yang menjadikan seseorang mempunyai 100% keimanan. Takwa mempunyai maksud bukan saja takut kepada Allah SWT tetapi lebih dari itu 'buat apa yang disuruh dan tinggalkan apa yang diperbuat'
Jika sekedar takut saja tak jadi apa−apa. Misalnya takut gagal dalam ujian tidak berarti jika tidak diikuti dengan rajin membaca buku dan mengulangi pelajaran. Takut kepada Allah haruslah diikuti dengan melakukan ketaatan dan menjauhi larangan.Ukurlah diri kita berapa persen sifat malu dan takwa yang ada pada diri kita. Itulah derajat keimanan kita. Bak kata orang periksalah diri kita sebelum kita diperiksa.
Ulama pernah menyebutkan “bertafakkur satu saat (dalam memikir kebesaran Allah) adalah lebih baik daripada beribadah 1000 tahun”. Hal ini jangan disalahtafsirkan dengan tak perlu beribadah pengganti dengan tafakkur. Ia hanya memberi gambaran bahwa tafakkur menjadi faktor utama dalam mencari kekuatan beribadah.Proses musyahadah perlu dilakukan secara konstan sehingga menjadi darah daging. Atau sehingga terasa benar di dalam diri kita tentang kebesaran Allah SWT dan merasakan bahwa `tidak ada sesuatu yang Allah jadikan secara sia−sia’. Kesemuanya ada hikmah yang di luar kemampuan kita untuk memikirkannya.
Dengan iman ini kita akan merasa lezat dengan berzikir, mencari ilmu agama, melakukan ibadah fardhu, menambah dengan ibadah sunah serta berusaha mencari keridhaan Allah SWT.Sebaliknya kita benci melakukan kejahatan sebagaimana takutnya kita menghampiri api neraka. Barulah ketika itu kita merasakan kelezatan iman dan terasa hubungan yang erat dengan Allah disebabkan karena keridhaan Allah SWT terhadap diri kita.
Di samping melakukan proses musyahadah, kita perlu melakukan muraqabah yakni menghampirkan diri terhadap Allah dengan melakukan segala amal fardhu dan sunah. Amalan `hablum minallah’ (hubungan dengan Allah) dan `hablum minannas’ (hubungan dengan manusia). Kita perlu menjaga dua hubungan yaitu hubungan dengan Allah dan juga sesama manusia.
Dalam hubungan ini, Allah sering mengingatkan kita supaya berjalan di muka bumi Allah dengan niat melihat kebesaran Allah sembari memperhatikan balasan yang Allah timpakan kepada mereka yang menganiaya diri mereka sendiri. Wallahu’alam.